Minggu, 31 Oktober 2010

Makalah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam kontemporer dewasa ini, banyak tokoh bermunculan menawarkan gagasannya masing-masing dalam rangka menangani kebuntuan system ekonomi konvensiaonal. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah hegemoni system kapitalisme maupun system sosialisme-komunisme.
Kelemahan dan kebobrokan system kapitalisme setidaknya telah terpampang dalam rentang sejarah kehidupan manusia melalui krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1866 dan 1890, 1929, 1985, 1987, 1998, dan 2000.
Melihat fenomena-fenomena yang tragis tersebut, maka tidak mengherankan apabila sejumlah pakar ekonomi terkemuka, mengkritik dan mencemaskan kemampuan ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi di muka bumi ini. Bahkan cukup banyak klaim yang menyebutkan bahwa kapitalisme telah gagal sebagai sistem dan model ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut, Anthony Gidden dalam bukunya The Thrid Way menyatakan dunia seyogyanya mencari jalan ketiga dari pergumulan sistem kakap dunia yakni kapitalisme dan sosialisme. Jalan ketiga tersebut, terdapat dalam konsepsi Islam.
Oleh karena itu, dengan kegagalan system kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, maka menjadi keniscayaan bagi umat manusia untuk mendekonstruksi ekonomi kapitalisme menuju system ekonomi yang berkeadilan dan berketuhanan yang dalam hal ini tentu ekonomi Islam patut untuk dipertimbangkan sebagai salah satu alternative dalam merealisasikan kesejahteraan manusia.




B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah kemunculan pemikiran ekonomi Islam kontemporer?
2. Apa dan bagaimana pandangan ekonomi Islam dalam mazhab Baqir as-Sadr?
3. Apa dan bagaimana pandangan ekonomi Islam dalam mazhab Mazhab Abu A’la Al-Maududi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiman pemikiran ekonomi islam pada masa kontemporer
2. Untuk lebih memahami tujuan dari mazhab Baqir as-Sadr dan mazhab Abu A’la Al-Maududi tentang pemikiran ekonomi islam kontemporer
3. Untuk mengetahui prinsip apa yang digunakan oleh mazhab Baqir as-Sadr dan Abu A’la Al-Maududi dalam perkembangan pemikiran ekonomi islam kontemporer
4. Untuk memenuhi tugas makalah dengan mata kuliah “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam” dengan tema pembahasan “Pemikiran Ekonomi pada Periode Kontemporer (Abad ke 20 Fase Sekarang )




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer
Kemunculan Pemikiran dan Mazhab Ekonomi Islam Modern. Pada era modernis, ekonomi Islam mulai dirajut kembali untuk dimunculkan sebagai sebuah konsep ilmu teoritis maupun aplikatif. Pembagian mazhab alur pemikiran Ekonomi Islam muncul dalam dua mazhab. Mazhab Baqir As Sadr Mazhab Abu A’la Al-Maududi. Hal yang melatarbelakangi pembagian kedua mazhab ini adalah adanya perbedaan pendapat akan adanya konsep apa dan bagaimana ekonomi Islam. Akan tetapi, belum secara pasti dapat dibuktikan bahwa aplikasi konsep dan teori ekonomi Islam di masyarakat saat ini adalah sudah cukup dinaungi oleh kedua mazhab tersebut diatas.
Dalam bahasan ekonomi Islam modern, Sudarsono (2008) membagi fase perkembangan ekonomi Islam modernis dalam dua bagian . Fase pertama (sebelum 1970-an) kebanyakan sarjana ekonomi Islam lebih condong pada pewacanaan pendekatan normatif dan teknis kelembagaan. Sedangkan, fase kedua (1980) sarjana muslim lebih memfokuskan diri pada usaha merumuskan aspek filosofis dan metodologi ekonomi Islam. Upaya pemunculan kembali ekonomi Islam ditengah masyarakat dunia dengan tawaran konseptual keilmuan dan sistem ekonomi yang seolah nampak baru mulai diupayakan secara masif semenjak abad modernis, khususnya seperti halnya yang telah terjadi di Indonesia, ekonomi Islam telah terasa masif semenjak munculnya kegiatan perbankan syariah di Indonesia yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia.
Dalam perkembangannya ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonomi Islam itu, mulai muncullah perbedaqaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom muslim kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya menjadi tiga mazhab, yakni:
• Mazhab Baqir as-Sadr, Baqr As Shadr
• Mazhab Abu A’la Al-Maududi
Masing-masing dari ketiga mazhab diatas telah memiliki ciri menonjol yang bisa saling berkonfrontasi.
1. Mazhab Baqir as-Sadr
Cendekiawan yang menjadi pioneer dari mazhab ini adalah Baqir As-Sadr dengan bukunya Iqtishaduna (Ekonomi Kita) dan Ali Shariati. Menurut mazhab ini ada ketidak sesuaian antara definisi ilmu ekonomi dengan ideologi Islam. Ilmu ekonomi menyatakan bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumberdaya ekonomi (scarcity) dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas. Mazhab ini menolak pengertian ilmu ekonomi karena dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa :
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Q.S. al-Furqon (25) : 2)
Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup.
Baqir As-Sadr juga menolak anggapan bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas. Masalah pokok umat manusia adalah masalah distribusi pendapatan yang tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi yang memperbolehkan eksploitasi pihak pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.
Tokoh-tokoh mazhab ini adalah Muhammad Baqir as-Sadr, Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, Iraj Toutounchian, Hedayati, dll
Menurut pemikiran As-Sadr bahwa dalam mempelajari illmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek yaitu aspek philosophy of economics atau normative economics dan aspek positive economics. Contoh dari aspek positive economics yaitu mempelajari teori konsumsi dan permintaan yang merupakan suatu fenomena umum dan dapat diterima oleh siapapun tanpa dipengaruhi oleh ideologi. Dalam teori konsumsi dirumuskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suatu barang adalah tingkat pendapatan, tingkat harga, selera dan faktor-faktor non ekonomi lainnya. Berdasarkan hukum permintaan (law of demand) bahwa ada korelasi yang negatif antara besarnya tingkat harga barang dengan jumlah barang yang diminta asumsi ceteris paribus. Jika harga barang naik jumlah barang yang diminta akan turun dan sebaliknya. Fakta ini terjadi pada konteks ekonomi dimanapun dan oleh siapapun tanpa melihat latar belakang sosial, budaya, agama, politik dsb.
Sedangkan dari aspek phylosophy of economics yang merupakan hasil pemikiran manusia, maka akan dijumpai bahwa tiap kelompok manusia mempunyai ideologi, cara pandang dan kebiasaan (habit) yang tidak sama. Persoalan ‘kepantasan’ antara satu anggota masyarakat dengan anggota lainnya atau antara satu golongan masyarakat dengan golongan lainnya masing-masing memiliki batasan atau definisi sendiri. Makan sambil berdiri dan menggunakan tangan kiri merupakan masalah yang pantas dan biasa di masyarakat Eropa namun lain halnya pada masyarakat di Indonesia. Dalam pandangan Islam bahwa sesuatu dianggap ‘pantas’ manakala hal itu dianjurkan dalam Islam dan sesuatu dianggap ‘tidak pantas’ jika hal itu dicela dan dilarang menurut syariah. Contoh lain misalnya menyangkut pembahasan ‘keadilan’. Menurut konsep kapitalisme klasik yang dimaksud dengan ‘adil’ adalah you get what you deserved artinya ‘anda mendapatkan apa yang telah anda usahakan’. Sedangkan menurut kelompok sosialisme klasik menterjemahkan makna ‘adil’ yaitu no one has previlege to get more than others artinya tidak ada orang yang mendapatkan fasilitas untuk memperoleh lebih dari yang lain dengan kata lain bahwa setiap orang mendapat sama rata. Tetapi Islam mempunyai makna tersendiri dalam memaknai ‘adil’ yaitu laa tadhlimuuna wa laa tudhlamuuna artinya tidak saling mendhalimi satu sama lain.
Menurut pendapat mazhab Baqir As-Sadr bahwa terjadi perbedaan prinsip antara ilmu ekonomi dengan ideologi Islam, sehingga tidak pernah akan bisa dicari titik temu antara Islam dengan Ilmu ekonomi.
Jadi, menurut mazhab ini bahwa ekonomi Islam merupakan suatu istilah yang kurang tepat sebab ada ketidaksesuaian antara definisi ilmu ekonomi dengan ideologi Islam. Ada kesenjangan secara terminologis antara pengertian ekonomi dalam perspektif ekonomi konvensional dengan pengertian ekonomi dalam perspektif syariah Islam, sehingga perlu dirumuskan ekonomi Islam dalam konteks syariah Islam. Pandangan ini didasarkan pada pengertian dari Ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya ekonomi (scarcity) dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas. Dalam hal ini mazhab Baqir As-Sadr menolak pengertian tersebut sebab dalam Islam telah ditegaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluk di dunia ini termasuk manusia dalam kecukupan sumber daya ekonomi sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS Al-Furqan : 2)
Jadi, dalam hal ini konsep kelangkaan (scarcity) tidak bisa diterima karena tidak selaras dengan pesan wahyu yang menjamin kehidupan setiap makhluk di bumi ini. Pada sisi lain mazhab Baqir As-Sadr juga menolak anggapan bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas. Sebab dalam kebutuhan tertentu misalnya makan dan minum manakala perut sudah merasa kenyang maka dia sudah merasa puas karena kebutuhannya telah terpenuhi. Sehingga kesimpulannya bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak tak terbatas sebagaimana dijelaskan dalam konsep law of diminishing marginal utility bahwa semakin banyak barang dikonsumsi maka pada titik tertentu justru akan menyebabkan tambahan kepuasan dari setiap tambahan jumlah barang yang dikonsumsi akan semakin berkurang.
Jadi ada kesenjangan pemikiran yang menimbulkan kekacauan persepsi antara pengertian kebutuhan (need) dan keinginan (want). Jika perilaku manusia disandarkan pada keinginan (want), maka persoalan ekonomi tidak akan pernah selesai karena nafsu manusia selalu merasa tidak akan pernah puas. Dan disinilah persoalan ekonomi yang dihadapi sekarang karena bertitik tolak pada keinginan (want) masyarakat sehingga tekanan ekonomi menjadi semakin kuat yang berdampak pada ketidakseimbangan baik secara makroekonomi maupun mikroekonomi. Salah satu efek yang ditimbulkan dari perilaku ekonomi yang bertitik tolak pada keinginan (want) yaitu semakin rusaknya sistem keseimbangan lingkungan hidup karena sumber-sumber daya ekonomi terkuras habis sekedar untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak akan pernah puas. Penebangan dan pencurian hutan (illegal logging), semakin menipisnya cadangan minyak bumi, menipisnya lapisan ozon, semakin sulitnya mencari sumber air, lunturnya nilai-nilai kebersamaan dalam keluarga dan di masyarakat, dsb. merupakan beberapa gambaran dari adanya ketidakseimbangan ekologi dan sosial yang diakibatkan ulah tangan manusia yang sekedar ingin memuaskan keinginan (want) yang tidak pernah berhenti.
Dalam perspektif ekonomi Islam bahwa perilaku ekonomi harus didasarkan pada kebutuhan (need) yang disandarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Sebagai seorang muslim tidak diperbolehkan untuk selalu mengikuti setiap keinginan hawa nafsu, karena bisa jadi keinginan itu justru akan menimbulkan bencana bagi kehidupan diri dan lingkungan sekitarnya. Demikian juga dalam aktivitas ekonomi bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang muslim harus disandarkan pada syariah Islam baik dalam aktivitas konsumsi, produksi maupun distribusi. Moral ekonomi Islam yang didasarkan pada pengendalian hawa nafsu akan menjamin keberlangsungan (sustainability) kehidupan dan sumber daya ekonomi di dunia ini. Alokasi sumber daya ekonomi akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara bijaksana dan bertanggung jawab yaitu untuk menghasilkan barang dan jasa yang penting bagi masyarakat. Akan dihindari alokasi sumber daya ekonomi untuk hal-hal yang merusak dan merugikan kehidupan masyarakat seperti produksi minuman keras, narkoba, prostitusi, perjudian, bisnis pornografi dan pornoaksi, dsb. Sehingga tidak timbul kekhawatiran akan nasib generasi manusia yang akan datang, karena tiap individu melakukan aktivitas ekonomi dan pengelolaan sumber daya ekonomi yang didasarkan pada kebutuhan (need) yang berlandaskan syariah Islam bukan hanya sekedar mengikuti keinginan (want) yang tidak akan pernah puas.
Selanjutnya bahwa menurut mazhab Baqir As-Sadr persoalan pokok yang dihadapi oleh seluruh umat manusia di dunia ini adalah masalah distribusi kekayaan yang tidak merata. Bagaimana anugerah yang diberikan Allah SWT kepada seluruh makhluk termasuk manusia ini bisa didistribusikan secara merata dan proporsional. Potensi sumber daya ekonomi yang diciptakan Allah SWT di alam semesta ini begitu melimpah baik yang ada di darat maupun di laut. Jika dikelola dengan baik dan bijaksana niscaya semua individu di dunia dapat hidup secara layak dan manusiawi. Namun fakta membuktikan bahwa tidak semua manusia dapat menikmati anugerah Allah tersebut, sehingga masih banyak dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan sementara sebagian kecil lainnya bergelimang dalam kemewahan. Menurut mazhab Baqir As-Sadr untuk mewujudkan hal tersebut maka ada beberapa langkah yang dilakukan yaitu :
a. Mengganti istilah ilmu ekonomi dengan istilah iqtishad yang mengandung arti bahwa selaras, setara dan seimbang (in between).
b. Menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan Assunnah.
Dalam hal itulah mazhab Baqir As-Sadr mempunyai kontribusi yang cukup signifikan dalam wacana perkembangan ilmu ekonomi Islam.


2. Mazhab Abu A’la Al-Maududi
Abu A’la dilahirkan 3 Rajab 1321 H atau 25 September 1903 di Aurangbad, India. Beliau dilahirkan dalam keluarga yang religius. Ayahnya bernama Abu Hasan, seorang pengacara yang terkenal sebagai orang yang alim dan rajin beribadah. Mereka adalah keturunan dari sufi besar tarekat christiyah yang banyak berperan dalam penyeberan Islam di India.
Pendidikanya diawali di Madrasah Furqoniyah, sebuah sekolah menengah yang mencoba menerapkan sistem pendidikan nalar modern dan islam tradisional. Orang tua beliau tidak ingin beliu pergi kesekolah inggris, yang akhirnya pendidikanya di adakan dirumah dengan menggunakan bahasa Arab Persia, Urdu dan Inggris. Dalam konteks inilah, dapat dipahami kenapa Al Maududi menjadi seorang tradisionalis fundamentalis (dengan latar belakang pendidikan yang anti barat).
Tulisan beliau banyak mencangkup bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan Agama. Sekitar tahun 1920, Mahdudi menunjukan minatnya terhadap politik dengan menggabungkan gerakan khilafat yang mana berasosiasi dengan tahrik-e-hijrat. Melalui bukunya “ Al jihad fil Islam”, beliau menceritakan kehidupan yang dialaminya diperkumpulan tersebut. Dan pada tahun tersebutpula beliau bekerja sebagai wartawan. Dalam waktu singkat ia berkerja di Jebalpur sebagai koresponden, lalu menjadi editor “Taj”, Sebuah surat kabar daerah. Pada tahun yang sama ia hijrah ke Delhi tempat ia bekerja sebagai editor pembantu. Pada tanggal 22 September 1979, beliu meninggal dunia di Buffalo New York. Pemakamnya, yangdilakukan beberapa hari kemudian di Lahore menarik perhatian lebih dari satu juta orang. Dia dikuburkan dirumahnya di daerah Lehrah, lahore. Melihat karir kehidupanya yang ia lakukan, bisa dilahat kalau beliau banyak berkencimpung dalam dunia politi, akan tetapi hal ini tidak menyurutkan beliau untuk memberikan konstribusi dalam ekonomi.


a.Format Sistem Ekonomi Islam
Mengenai format ekonomi islam, Al Maududi menerangkanya dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan dalam sebuah diskusi: Apakah Islam menerangkan sebuah sistem ekonomi? Kalau menerangkan, seperti apa bentunya? Kemudian dibagian manakah tanah, tenaga kerja, modal, dan menejemen ditempatkan?
Kemudian Almaududi menjawabnya dengan mengatakan, bahwa islam menerangkan sebuah sistem ekonomi. Akan tetapi, bukan berarti islam telah menerangkan sebuah sistem yang permanen dan lengkap dengan segala detilnya. Apa yang sebenarnya ditunjukkan oleh islam menentukan berupa landasan dasar atau peraturan dasar yang bisa membuat kita menyusun sebuah rancangan ekonomi yang sesuai di setiap masa. Maka, melalui hal-hal yang global tersebut akan terlihat jelas tujuan dam maksud dari Al qur-an dan Hadits yang mengatur segala aspek kehidupan sebagai mana mestinya.
Dalam segala aspek kehidupan, mulai dari urusan pribadi sampai budaya dan masalah sosial, islam menentukan landasan yang sama untuk pedoman manusia. Dan mempergunakanya juga dalam sistem ekonomi. Di bidang ekonomi, islam telah membuat beberapa peraturan dan menyusun sejumlah batasan dimana kita boleh membuat suatu sistem. Sebagaimana perkembangan yang ada, kita harus menyimpulkan peraturan baru yang berada batasan-batasan yang ditemukan oleh islam.
b.Tujuan Organisasi Ekonomi dalam Islam
1.Kebebasan Individu (individual fredoom)
Tujuan yang pertama dan utama dari islam ialah untuk memelihara kebebasan individu dan untuk membaginya kedalam tingkatan yang hanya sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Alasan kenapa islam menjunjung tinggi kebebasan individu karena islam menganggap seseorang ikut bertanggung jawab secara individu kepada Allah. Pertanggungjawaban ini tidaklah secara kolektif, tetapi setiap individu bertanggung jawab terhadap perbuatanya. Oleh karena itu, islam menentukan peraturan ekonomi kepada setiap individu, dan mengikat mereka yang hanya kepada batasan-batasan yang sekiranya penting untuk menjaga mereka tetap pada jalur yang ditentukan.Tujuan semua ini adalah menyediakan kebebasan kepada setiap individu dan mencegah munculnya sistem tirani yang bisa mematikan perkembangan.
2. Keselarasan dalam Pekembangan Moral dan Materi
Perkembangan moral manusia adalah kepentingan dasar bagi islam. Jadi, penting bagi individu didalam masyarakat untu memiliki kesempatan mempraktekan kebaikan secara sengaja. Karena itulah islam tidak bersandar seluruhnya kepada hukum untuk menegakkan keadilan sosial, tetapi memberikan ortonitas utama kepada pemventukan moral manusia seperti iman, taqwa, pendidikan dan lainya.
Jika pembentukan moral mengalami kegagalan, maka masyarakat muslim harus menggunakan tekanan yang kuat kepada individu untuk menjaga mereka kepada batasan yang ditentukan. Dan apabila hal itu juga gagal, islam mengambil jalan pada penegakan hukum dan menegakkan keadilan.
3. Kerjasama, Keserasian dan Penegakan Keadilan
Islam menjunjung tinggi persatuan manusia dan persaudaraan serta menentang perselisihan dan konflik. Maka dari itu, islam tidak membagi masyrakat kedalam kelas sosial. Jika menengok kepada analisis peradapan manusia akan kelas sosial terbagi menjadi dua; yang pertama kelas yang dibuat-buat dan tercipta secara tidak adil yang dipaksakan oleh sistem ekonomi, politik dan sosial yang jahad seperti Brahmana, Feodal, Kapita;is. Adapun islam tidak menciptakan kelas seperti itu dan bahkan membasminya, yang kedua, kelas yang tercipta secara alami, karena adanya rasa hormat menghormati dan perbedaan kemampuan dan kondisi dari masyrakatnya untuk kelas yang seperti ini islam tidak menghapusnya secara paksa atau membuatnya saling memusuhi. Akan tetapi, islam mendukungnya dan mengharapkan nantinyanakan ada kerjasama diantara individu untuk menciptakan kesempatan yang samadalam hidup dan bersaing secara sehat. Jadi islam mengharapkan akan terjadinya kejasama, keserasian, dan adanya penegakaan hukum melelui dasar dan batasan yang diberikan.
c.Prinsip-prinsip Dasar
1.Kepemilikan Pribadi dan Batasannya (Private Properti and Its Limits)
Dalam hal ini, islam tidak membagi harata kepemilikan kepada produksi dan konsumen dan konsunsi atau menghasilkan atau tidak menghasilkan. Tetapi, dibedakan berdasrkan kriteria diperoleh secara halal atau haram, dan dikeluarkan kepada jalur yang halal dan haram.
2.Keadilan Distribusi (Equetable Distribotion)
Peraturan penting lainya dalam ekonomi islam ialah membangun suatu sistem distribusi yang adil daripada distribusi yang sam terhadap kekayaan. Bahwasanya tidak ada didalam alam semesta ini dua hal yang sangat sama persamaan distribusi dalam ekonomi, tetapi memerintahkan keadilan distribusi dan menetukan regulasi yang jelas untuk memelihara keadilan.
Regulasi pertama ialah mengenai pendapatan secara halal atau haram. Dalam islam, setiap individu benar-benar bebas menentukan segala kegiatan ekonomi untuk menghasilkan kekayaan bagi kehidupannya dengan segala metode, asalkan metode tersebut sesuai dengan hukum. Dalam hal ini, tidak ada ketentuan mengenai jumlah kekayaan, dam juga individu memounyai hak penuh atas kekayaanya yang diperoleh secara halal. Dan apabila ada yangmemperoleh kekayaan secara haram, maka ia akan dipaksa untuk menghindari cara tersebut serta dia juga tidak sama sekali berhak atas harta yang diperoleh secara haram. Dan tentunya dia akan mendapat sanksi atas perbuatanya.
3.Hak-hak Sosial
Islam kemudian menghubungkan kembali hak sosial kepada kekayaan individu dalam berbagai bentuk salah satunya yaitu seprang yang memiliki harta lebih, maka mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan kepadakerabatnya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Jika hal ini terlaksana dan didasari oleh setiap keluarga yang kaya, maka setiap keluarga yang membutuhkan bantuan dari luar akan jarang ditemukan. Kemudian fakir miskin yang tinggal disekitar lingkungan seorang yang kaya, juga memiliki atas hak kekayaan tersebut.
Kewajioban kedua adalah orang yang kaya harus membei bantuan kepada mereka yang memerlukan bantuan. Sebelum memberikan bantuannya, tentunya individu tersebut harus menverifikasi kelayakan seseorang yang mencari bantuan, dan apabila layak ia berhak atas kekayaan yang dibemiliki sikaya.
Semua ini bertujuan untuk menanamkan kepada setiap muslim moral kedermawanan, lapang dada, dan mencegah sifat egoisme, dan kikir. Semua ini merupakan pembentukan moral yang sangat hebat yang diterapkan melalui pendidikan dan pelatihan serta lingkungan masyarakat islami.
4.Zakat
Berlanjut kepada kepengeluaran, terdapat suatu pungutan wajib yang ditentukan oleh islam, yaitu zakat. Zakat adalah pungutan yang ditarik melalui harta yang diakumulasi, perdagangan, macam-macam bisnis,pertanian, produksi, dan ternak. Tujuanya adalah menciptakan dana membantu secara ekonomi kepada golongan mustahiq.
Dalam landasan dasarnya, zakat benar-benar tidak seperti seperti pajak. Dana zakat tidak bisa disalurkan untuk pembanguan jalan, gedung, dan lain-lain, tetapi tujuanya ialah untuk memenuhi hak-hak orang yang telah ditentukan oleh Allah (mustahiq). Dan zakat tidak ada keuntungan di dalamnya melainkan penghargaan yang diberikan di hari akhir.
5.Hukum Waris (Law Of Inheritance)
Islam juga telah membuat suatu hukum waris yang intinya untuk mendistribusikan kekayaan yang dimilki oleh almarhum. Barisan pertama dari pewaris ialah ibu, bapak, istri, anak. Selanjutnya saudara pria dan wanita. Yang ketiga ialah kerabat dekat almarhum. Maka, harta almarhum akan didistribusikan menurut hukum waris islam.
6.Peran Tenaga Kerja, Modal, dan Pengelola (Role of Labour, Capital, Management)
Mngenal hal ini, sebenarnya telah dibahas dalam berbagai bab oleh kitab-kitab fiqh dalam termologi yang berbeda dalam ilmuekonomi moedrn. Kitab fiqh tersebut bukanlah suatu yang diperbudak oleh termologi, tapi benar-benar memahami duduk permasalahan dan membahas permasalahan ekonomi tersebut secara menyeluruh melalui konsep ekonomi yang terkandungdalam kitab fiqh islam.
7.Zakat dan Kesejahteraan Sosial (Zakat and Social Welfare)
Pendapatan dari zakat dan shodaqah memang diperuntuhkan untuk kesejahteraan sosia. Tujua dari zakat sebenarnya ialah untuk menyediakan kebutuhan hidu, seperti makanan, pakaian, rumah, bantuan medis, pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, seperti yatim, fakir miskin, dan yang tidak mampu. Maka, zakat telah ditetapkan untuk membantu kategori yang disebutkan di atas. Untuk membangun ekonomi suatu negara harus mencari pendapatan lain.
8.Ekonomi Bebas Riba (Interset-Free Economy)
Sistem ekonomi ini sebenarnya sudah tercipta pada masa lalu ketika pertama kali riba dilarang di wilayah Arab, dan setelah itu wilayah islam berkuasa. Karena riba telah diharamkan terhadap seluruh operasi pada sistem ekonomi. Maududi telah menjelaskan bahwa tidak ada kesulitan yang berat untuk mencapai tujuan ini. Masalahnya jelas dan praktis, modal tidak punyahak untuk memungut bunga yang tetap, meskipun peminjam untung atau rugi. Kreditur tidak punya urusan mengenai untung rugi, dia tetap menentukan bunga yang tetap dan diambil tiap bulan atau tahun. Karena itu tidak seorangpun mempunyai alasan yang rasional terhadap hal ini. Dan tidak ada argumen yang dapat membuktikan kebenaranya.
9.Hubungan Antara Ekonomi, Politik, dan Aturan Sosial
Hubungan diantara hal tersebut ialah sama bagian akar, batang, cabang, dan daun dari suatu pohon. Hal itu merupakan satu sistem yang timbul dari iman kepada Allah dan utusa-Nya. Sistem ahklak, ibadah, atau disebut aqidah, kemudian sumber sosial, ekonomi, dan kemasyarakan semua sistem ini berada pada satu sumber. Sistem ini dapat dipisahkan dan membentuk satu bentuk kesatuan. Dalam islam, politik, ekonomi dan sosial, tidak dipisahkan secara terang-terangan, tetapi merupakan satu kesatuan. Siapapun yang pernah mempelajari islam dan memiliki keyakinan yang tinggi terhadap doktrinya tidak akan bisa membayangkan untuk saat-saat sekalipun bahwa kehidupan ekonomi atau apapun dari hidupnya untuk bisa dipisahkan dari aturan agama, maka hal itu tidak bisa disebut islami.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
• Mazhab Baqir as-Sadr
– Terdapat perbedaan yang mendasar antara ilmu ekonomi dengan Islam
– Tidak menyetujui bahwa masalah ekonomi muncul karena sumberdaya ekonomi terbatas adanya sementara keinginan manusia tidak terbatas
– Ekonomi diganti dengan iqtishad
– Dikembangkan oleh Muslim scholars dari Irak dan Iran seperti aqir As Sadr, Ali Syariati, dan Abbas Mirakhor.
• Mazhab Abu A’la Al-Maududi
Beliau adalah seorang yang religius yang mana didalam kehidupanya terdapat berbagai macam halang rintangan, karangan beliau mencangkup bidang politik, sosial “Al-jihad fil islam”, dimana dalam bukunya tersebut beliau menerangkan kehidupan yang di alaminya. Dan prinsip-prinsip dasar yang dipakai beliau diantaranya adalah:
1. Kepimilikan pribadi dan batasannya (private properti and its limits)
2. Keadilan distribusi (equetable distribution)
3. Hak-hak sosial
4. Zakat
5. Hukum waris (law of inheritance)
6. Peran tenaga kerja,modal, dan pengelolaan (role of labour, capital, manegement)
7. Zakat dan kesejahteraan sosial (zakat and social welfare)
8. Ekonomi bebas riba (interset-free economy)
9. Hubungan antara ekonomi, politik dan aturan sosial



DAFTAR PUSTAKA
http://adityangga.wordpress. hcom//sejarahpemikiranekonomiislam//
Baqr As Shadr, “Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishoduna”, Ziyad, Jakarta; 2008
Marthon, Said Sa’ad, Ekonomi Islam ditengah Krisis Ekonomi Global, Zikrul Hakim,
Jakarta; 2007
Abularaq, sayyid Abu A’la Maududi sawanih, Aftar Tahrik, Lahore; 1971.
Biografi Abu A’la Almaududi Mariyam Jamilah, Risalah, Bandung, 1984
Maududi, Syed Abul A’la, Economic System of Islam, Islam publication Ltd, Pakistan;1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar